17, akankah kita bisa kembali menjadi kita

Monday, November 28, 2011

entah angin apa yang membawa aku sampai pada daily life kepunyaanmu. mungkin ini skenario Tuhan untuk aku atau mungkin kita. ketika kita yang sekarang tak lagi seperti dulu, tembok selapis yang kini seperti baja besi yang tak akan memantulakan suara apapun. pintu yang berjarak centimeter pun hanya sebagai lobang angin yang tidak lagi saling kita kunjungi. tawa yang dulu kita rangkai bersama, cerita panjang yang dulu kita ulas tanpa kenal waktu. histeria tentang beragam hal yang kita teriakkan. seakan semuanya sirna seperi diterjang badai, yang tersisa hanya pilu, dingin, dan bisu.

masih berbekas memang peristiwa malam itu, pangkal dari segala ketidak nyamanan yang sekarang kita rasakan. lidahku seakan kelu, bahkan untuk memanggil namamu. langkahku seakan tertahan untuk mengunjungi mu, bahkan bibirku saja seakan malu untuk melontarkan senyum. aku bahkan memilih menghindar sebisanya aku menghindar dari pertemuan wajah kita. ini asing, bukan ini yang aku harapkan. bukan ketidak nyamanan seperti sekarang yang aku inginkan.

mungkin jangkal ketika aku harus bercerita di sini, berharap agar dalam waktu dekat kau membaca ini atau mungkin suatu saat, ketika semuanya sedikit terlambat. tapi setidaknya kau tau.

kita merasa benar dengan pilihan kita, dan bumerang ini yang kemudian menghancurkan kenyamanan yang beberapa hari sebelumnya kita bicarakan. entah kapan dinding ini kembali menjadi dinding, entah kapan tawa kita bisa menyat kembali. aku merindukanmu, sosok dibalik pintu 17.

bahkan di hari ulangtahunmu pun aku menjadi pengecut, semua yang sebelumnya sudah aku pikirkan hanya berakhir di secarik kertas merah di depan pintumu. maaf. aku benar - benar menginginkan semua kembali hangat, entah aku harus bagaimana.




You Might Also Like

0 comments

Instagram