Kata Mereka Aku Salah Mencintaimu

Thursday, November 15, 2012



                Malam yang begitu menyenangkan, tapi takut dan sedih juga beriringan bersamanya. Malam yang aku yakini tidak akan pernah aku lupakan, awal cerita panjang yang tidak pernah tersirat sebelumnya. Aku telah mengukir lembaran baru dengan tangan hitam berbalut darah yang mungkin halamannya tidak akan pernah berakhir. Aku membencinya.

                Ini kali ke tujuh aku menekan tombol panggil dengan balutan warna hijau. Sudah lebih dari 30 menit aku menunggu di bawah sinar rembulan yang tampaknya enggan dan hanya bersembunyi dibalik awan yang mungkin sebentar lagi akan menangis.
                Angin malam begitu dingin, aku katupkan kancing jaket yang baru saja aku terima dua hari yang lalu sebagai hadiah ulang tahun. Ku sembunyikan tangan kiriku ke dalam kantongnya untuk mendapatkan rasa hangat. Sementara satunya lagi tetap berusaha mendapatkan suara di ujung sana.
                Entah sudah berapa liter darah yang aku sumbangkan kepada nyamuk yang sedari tadi berisik mengganggu telinga. Aku hampir saja menangis sesaat sebelum terdengar suara di ujung sana.
                “Maaf sayang, aku masih ada kerjaan. Besok malam aku jemput di rumah ya. Love You”, hanya sepenggal itu yang aku terima. Belum sempat aku berkata sepatahpun, dan sudah disambut dengan tuuuttt….
                Ini menyebalkan, aku harus kembali pulang sebelum malam semakin larut. Ingin rasanya aku dibawa terbang saja oleh deru kendaraan. Melayang, dan kemudian terhempas di dataran yang aku tidak mengenalnya. Kemudian lenyap seperti debu yang dibawa angin badai.
Kali pertama ia ingkar janji dan tepat di hari yang seharusnya kami merayakan dua tahun kebersamaan. Aku seperti disia-siakan, ini tidak seperti ia yang biasanya. Apa mungkin ia sudah tau aku punya kejutan besar, dan ia tidak menyukainya? Tega sekali.
                Aku dilempari batu dan aku bingung kenapa setiap orang yang lalu lalang menghadiahiku tatapan sinis sekaligus iba. Aku memang mencium bau kurang sedap dari badanku, mungkin sudah berpuluh – puluh hari aku tidak mandi. Entah tepatnya berapa, semenjak tidak dibolehkan lagi pulang ke istana -yang sebelumnya aku anggap tempat paling nyaman- aku sudah tidak tau hitungan waktu. Aku tidak lagi peduli aku menginjakkan kaki di mana.
                Sekarang janin ini, aku bawa mencari makanan di tempat yang tidak ditemui orang – orang. Sainganku hanya kucing ataupun binatang jalanan yang lain. Lebih menyenangkan ketimbang aku harus masuk restoran megah dengan aroma makanan sedap, tetapi keluar hanya dengan air mata dan tetap dengan rasa lapar.
                Ini tidak adil, sementara aku harus tertawa ditengah air mata bercucuran atau sebaliknya. Cemas kalau besoknya aku ditemukan dengan lumuran darah yang membanjiri tubuh. Kau yang dulu selalu berjanji untuk selalu ada bersamaku apapun keadaanya, kini tengah bercumbu mesra dengan wanita yang rambutnya terurai. Wanita yang wangi dengan aroma parfum mahalnya, yang masih bisa pulang kerumah tanpa harus berjalan dengan tatapan sinis.
                Atau apakah kau benar – benar mencintaiku, dan akan mengirimkan teman untuk menemaniku menyusuri kelamnya lorong dan menjadikan kami wanita yang memakan anaknya sendiri untuk tetap bisa bertahan hidup? Ah, sudahlah sekarang aku sedang menunggu ada gerombolan petugas yang akan menyeretku ke panti sosial. Aku mencintaimu di tengah aku membenci hidupku.
                 

You Might Also Like

0 comments

Instagram