Hai, Sang Penakhluk Hati
Saturday, February 01, 2014
Hai, kemana saja kau? Tidakkah
suratku kau baca? Sesibuk apa kau sekarang, sampai menuliskan kata rindu di
secarik kertas saja tidak sempat. Aku tidak pernah putus asa meski kau
menyuruhku berjalan menuju pelataran
yang kau sebut tempat berteduh, padahal tidak ada kau di sana. Aku masih akan
terus duduk di sini, menyalakan senter untuk berjaga – jaga siapa tau kau
kembali menelusuri jalanan yang kau sebut terlalu gelap. Cahaya senter ini aku
rasa sudah cukup
Kenapa kau heran aku masih
tersenyum? Kau bergurau? Bagaimana bisa aku menghapus senyuman ini ketika tiap
detik di kepalaku adalah wajah berbinar mu. Kau masih tidak percaya? Aku hanya
tidak bisa menghapus ukiran wajahmu yang teduh penuh kasih. Iya, aku di sudut
kedai kopi yang kau kunjungi bersama kekasih barumu saat itu.
Mereka bilang aku menyedihkan.
Menghabiskan waktuku pada lelaki yang mereka sebut bajingan. Candaan mereka
keterlaluan, kau diumpat sebagai lelaki pemain hati. Bukan, kau bukan pemain
hati. Kau berhati baik, pandai menakhlukkan hati sendu milik wanita yang rapuh.
Kau ingat waktu itu? Aku sedang
terduduk lesu di bangku taman, menggenggam bunga yang langsung layu setelah
baru saja mekar. Kau datang dengan pandangan menyejukkan, aku jatuh hati. Lalu
kemudian ada wanita dengan pipi merah menangis tersedu di halte. Kau juga
berhasil membuat dia jatuh hati. Kau baik sekali.
0 comments